Begitu banyak diantara kita yang peduli dengan Bahan Bakar alternative dan juga kebersihan, dimana makin hari kedua hal ini makin jauh dari kenyataan. Kota makin kotor akibat sampah, bahan bakar fosil makin langka dan mahal, sedangkan kedua hal ini berhubungan secara langsung, sampah dibakar akan menjadikan energi , begitu melimpahnya sampah , baik sampah rumah tangga maupun sampah pertanian/ perkebunan yg kalau didiamkan jelas akan merusak lingkungan dan juga menghasilkan gas methane yang merusak atmosphere kita.

Banyak orang bependapat jika dibiarkan hal ini akan memicu banyak bencana yang akan mengancam kesehatan dan bisa jadi menjadi salah satu penyebab global warming. Adakah teknologi yang dapat mengatasi hal ini?

Demi menjawab pertanyaan ini Belanda telah melakukan inisiasi dengan mengaplikasikan teknologi bernama torefaksi. Torefaksi ini sebenernya sudah ada ketika masa perang dunia kedua dimana pada saat itu dibutuhkan energy dalam jumlah yang begitu besar. Torefaksi sendiri menghasilkan bio-coal, sebuah energi alternative pengganti batu bara. Bio coal telah banyak dipakai di beberapa perusahaan yang membutuhkan konsumsi energy besar.  Proses ini  merupakan suatu proses pembakaran tanpa adanya udara (vakum) pada suhu 200 – 300 C. Proses ini mengubah sampah menjadi bahan bakar. Dengan torefaksi sampah yang awalnya tidak berguna akan bisa diolah menjadi energy terbarukan.

Banyak yang bisa diperoleh dari proses torefaksi ini diantaranya : pembakaran bahan bakar lebih bersih dan asap yang dihasilkan mengandung kandungan asam yang rendah, proses ini membutuhkan suhu yang relatif rendah secara otomatis menghemat energi bumi dan menyumbang banyak energi bagi bumi, ketika hasil dari torefaksi disimpan maka biomassa hasil torefaksi tersebut tidak lagi mengandung banyak moisture,dan dapat memiliki nilai kalor yang lebih tinggi.

Penggunaan bahan bakar batubara saat ini sangat mengancam dan bahaya itu sudah dialami khususnya oleh masyarakat adat dan lokal yang berada di sekitar lokasi pertambangan. Ekspansi pertambangan batubara telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan penggusuran masyarakat adat di Kalimantan dan Sumatera.  Pengunaan batubara tidak dapat dibantah lagi telah menyumbangkan dan berdampak pada perubahan cuaca yang sangat ekstrem  yang saat ini sedang kita hadapi dan berujung pada bencana yang akhirnya merugikan manusia.

Energi terbarukan mutlak diperlukan untuk mengatasi masalah ini, Belanda telah mengawali dan memimpin proses ini. Terjawab dengan mampu di ekstraksikannya Bio-Methanol dari Bio-coal. Methanol sendiri merupakan senyawa yang paling sederhana dari alcohol (CH3OH).  Bahan ini telah sejak lama dikenal sebagai bahan yang bagus untuk bahan bakar. Bahan ini didapat dari hasil pembakaran kayu sisa logging atau bahan sejenis yang memiliki senyawa dasar karbon.

Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah seharusnya sudah bisa mulai melakukan suatu tindakan untuk mengurangi dampak global warming. Jika belanda yang tidak memiliki luasan hutan sebesar kita saja mampu menghasilkan bio-methanol kenapa kita tidak?. Bukankah penemu sinyal 4g adalah insinyur di Negara kita?. Jadi sudah saatnya generasi muda kita berani mengambil sikap untuk memulai mengubah pola hidup menajdi “green living”.

Hutan yang ada saat ini bukan hanya untuk anak kita, tetapi juga untuk anak cucu penerus generasi bangsa. Belajar dari semangat para insinyur Belanda marilah kita bersama-sama membangun negeri kita tercinta ini, Vereende kracht is sterker-kekuatan dalam persatuan akan lebih kuat.